Resensi 9 Summers 10 Autumns

Judul : 9 Summers 10 Autumns; Dari Kota Apel ke the Big Apple
Penulis: Iwan Setyawan
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman: 221
Jenis Cover: Soft Cover
Editor: Mirna Yulistiani
Harga: Rp.47.000,00

      Terlahir di Kota Batu (Jawa Timur) dalam keadaan ekonomi keluarga yang kurang cukup baik, tidak lantas membuat nyali seorang anak laki-laki ini ciut untuk terus mengeyam pendidikan, menuju kesuksesan. Itu merupakan gambaran utama yang disajikan dalam novel 9 Summers 10 Autumns; Dari Kota Apel ke the Big Apple, novel karya Iwan Setyawan ini, yang terinspirasi oleh kisahnya sendiri. Sangat inspiratif. Menyentuh. Menceritakan perjuangan Bayek yang menjadi pemeran utama dalam novel ini, diketahui tak pernah kenal lelah dalam menuntut ilmu. Hingga akhirnya melalui jerih payahnya tersebut, Bayek dapat terus melanjutkan sekolah. Selalu berhasil lulus dengan predikat terbaik. Memulai mengadu nasib untuk bekerja. Hingga dengan konsistensi dan integritasnya yang tak pernah melemah, Bayek dapat meniti karirnya di Kota Newyork, Kota terpadat di Amerika Serikat.

     Halaman awal buku dimulai dengan cerita munculnya seorang bocah kecil berseragam merah putih, bocah itulah yang pada akhirnya selalu menemani Bayek melawan kesepian di kota padat itu. Setelah perkenalannya dengan bocah itu, Bayek selalu teringat akan keluarganya di tanah air, ingatan itu seolah memaksanya membuka kembali kenangan masa kecilnya. Membuat kisah masa kecil Bayek yang tak pernah terlupakan, kembali menarik untuk diceritakan. Lewat ingatan itulah, sepanjang cerita yang disuguhkan, kita akan menemukan lukisan indah masa kecil Bayek yang berlayar dimulai dari Kota Batu, ke Bogor, sampai Newyork. Kemudian akhirnya kembali lagi mengabdi di Kota Batu. Kisah Bayek kecil yang merupakan anak seorang sopir angkot, yang dulu menginginkan memiliki kamar tidur sendiri. Kini tidak hanya bisa memiliki sebuah kamar tidur, tetapi juga dapat memberikan sebuah rumah yang nyaman lengkap beserta isinya bagi Ayahnda dan Ibunda tercinta.

     Tulisan ini menggunakan alur maju mundur, sederhana, tidak menyulitkan pembaca untuk mencerna setiap huruf yang begitu bermakna. Novel ini penuh dengan kesederhanaan. Catatan seorang anak dari keluarga sederhana di Kota Batu, anak yang konsisten dengan semangatnya menomorsatukan pendidikan. Ia pun beruntung tetap tumbuh lewat kehangatan keluarga yang terjaga, sehingga hidup penuh dengan keprihatinan dan begitu mengenal perjuangan yang sungguh-sungguh. Peluhnya menginspirasi orang banyak.

       Novel ini lebih banyak menceritakan kisah Bayek kecil yang dibesarkan di Kota Batu, sedangkan masa di Newyork diceritakan lebih singkat. Lebih banyak menceritakan proses hidup, bukan hanya tentang hasil yang ia peroleh. Penuh dengan cerita kehangatan keluarga, persahabatan penuh kasih, perjuangan hidup mengharukan. Kisah seorang penulis yang tetap sederhana meraih cita-cita, merindukan keluarga, meskipun pernah merasakan kilau nan megahnya Kota Newyork selama 10 tahun, melalui 9 musim semi dan 10 musim panas. Ia tetap memilih kembali, meski ada hidup yang seharusnya lebih menjanjikan.

     Intisari yang melekat, Bayek menyadarkan kita bahwa melewati masa kecil dengan penuh kesederhanaan, akan membuat kita tetap menjadi sosok yang sederhana ketika sukses menggelayuti diri. Kesederhanaan itu akan selalu hadir. Mewujudkan sebuah proses yang indah untuk disyukuri, menyajikan akhir keberhasilan yang luar biasa penuh penghargaan. Dengan do'a, kasih dan cita yang melambung tinggi.

Oleh: yb.tarra.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar