Tanyakan apa yang paling kau benci? “Berpisah”, itu jawabku!

      Tampak sederhana, namun tiap orang tidak akan bisa memungkirinya. Enggak ada orang yang menyukai perpisahan, berpisah, terpisah dan apapun istilah lainnya. Di dalam KBBI, pisah itu berupa sesuatu yang berbeda tempat atau memiliki jarak yang berbeda satu sama lain. Pisah itu yang saya sendiri ketahui, saya simpulkan dan saya bisa ungkapkan secara lebih singkat mungkin berarti “tidak bersama”. Ya, tidak dalam kondisi bersama-sama.
        Bingung juga kenapa tiba-tiba mendadak kepengen menulis bahasan tentang istilah “tidak bersama” ini. Kemungkinan besar karena tiba-tiba kemarin siang harus bertengkar dengan teman, bukan bertengkar sih, beradu pendapat aja, hehehe. Lalu sore harinya ditinggalkan oleh keluarga pulang ke kampung halaman. Lebih parahnya lagi, pagi-pagi buta oleh salah satu teman melalui picture dari handphone-nya, sengaja menunjukkan gambar mayat korban kecelakaan tabrakan bis dalam kota versus motor di daerah Bukit Palembang. Jadi saja otak langsung mencerna jikalau dunia itu diciptakan dengan embel-embel adanya awal, maka akan ada akhirnya. Adanya pertemuan, maka ada pula perpisahan. Bisa jadi karena alasan tempat, waktu, kondisi tertentu hingga urusan batas usia.
      Berpisah bisa jadi dialami dengan teman. Biasanya hal itu dikarenakan kita harus pindah sekolah atau naik tingkatan kelas. Naik tingkatan dari SD ke SMP, SMP ke SMA atau ketika kita diterima melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi. Semua itu tentu akan menjadi masa-masa kita harus berpisah dengan rekan-rekan satu atap pendidikan kita sebelumnya. Setuju kalau banyak yang merasa sedih bukan? Selain itu, ada juga yang merasakan masa perpisahan dengan kerabat atau sanak saudaranya. Penyebabnya banyak hal, seperti pindah rumah, saudara tiba-tiba kudu pindah tugas atau lokasi bekerja atau bisa juga karena saudara yang menikah harus ikut turut suaminya. Tentu masih banyak lagi penyebab lainnya.
      Sedangkan, perpisahan yang cukup mengharukan biasanya terjadi antara anak dan orang tuanya atau sebaliknya yang disebabkan oleh alasan tertentu. Misalkan saja seorang anak yang menikah harus turut keluarga barunya, biasanya saat pesta akad nikah yang dilaksanakan tiap anak diharuskan mengikuti tata cara sungkem kepada orang tua, maka ketika itulah keharuan biasanya tertumpah diantara orang tua dan anak. Sementara penyebab lainnya, seperti anak yang harus terpisah jarak dengan orang tua karena alasan menempuh pendidikan di luar kota, orang tua yang harus rela membiarkan anaknya pergi bertugas sebagai prestasi kerja pertamanya setelah lulus dalam pendidikan, sampai anak yang terpisah sementara dengan orang tua yang menunaikan ibadah haji. Moment  orang tua-anak ini biasanya memang paling mengharu biru, gimana enggak? Cinta orang tua kan tiada duanya. Setiap tangis cinta mereka berarti do’a. Setia do’a mereka berarti barakah. Betul tidak?
        Nah, ini berpisah yang kebanyakan orang akan sangat bersedih dalam mengalaminya. Dipastikan semua orang tidak akan mampu menolaknya. Ya, berpisah karena batas usia. Tuhan telah dengan jelas menyatakan bahwa setiap yang bernyawa, pasti akan berpulang dan kembali padanya. Semua orang yang mengalami perpisahan baik dengan teman, kerabat, orang tua, saudara dan sebagainya karena kematian atau ajal yang telah tiba tentu akan seringkali mengalami kesedihan. Tentu saja, ketika berpisah dengan kerabat, keluarga atau teman karena alasan tugas, pendidikan atau kegiatan lain, kita masih akan bisa saling mengontak dan berhubungan satu sama lain melalui telepon, chat atau email. Sedangkan berpisah karena batas usia ini berarti kita harus berpisah selamanya, kemudian mungkin baru akan bisa bertemu kembali di akhirat nanti. Wallahu’alam.
       Pernah saya membaca buku yang ditulis oleh Bapak BJ. Habibie, mantan Presiden RI ke-3 di tahun 1998. Bukunya berjudul Habibie-Ainun. Recommended book banget. Buku ini berkisah mengenai bagaimana kisah perjalanan cinta Bapak Habibie dengan Ibu Ainun (Istri) dari masa awal pertemuan mereka hingga saat Ibu Ainun meninggal dunia disalah satu rumah sakit di Jerman. Buku ini ditulis sendiri oleh Bapak BJ. Habibie setelah Ibu meninggal untuk mengenang segala cinta dan kasih yang telah ditorehkan oleh almarhumah dengan ikhlas. Pada buku ini tertulis jelas bagaimana beliau harus mengalami kesedihan mendalam karena berpisah dengan Ibu Ainun. Akan tetapi, berpisah bukan berarti menjadi akhir dari perjuangan bagi kehidupan beliau. Berpisah berarti tetap harus sabar, ikhlas dan senantiasa berdo’a.
      Begitu pula dengan kisah Aisyah ra yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad saw, usia Rasulullah 63 tahun ketika itu. Rasulullah tepat menghembuskan nafas terakhirnya dipangkuan Aisyah ra dengan bergumam”Ummah” sebanyak 3 kali, disebabkan kesedihan beliau akan meninggalkan umatnya. Allahummashali ‘ala sayyidina muhammad. Sekali lagi hikmah dapat diambil, berpisah dengan rasulullah bukan berarti umat muslim harus bersedih dan mundur. Kehilangan masa bersama nabi tidak berarti sahabat-sahabatnya menjadi tertunduk dan mengendur. Sahabat terus bangkit dan meneruskan cita-cita islam yang telah diajarkan dan ditinggalkan oleh Rasulullah. Maka, islam terus ada dan bangkit lewat ajaran beliau yang telah berpisah dengan kita sekian lama.
       Ketika kalian bertanya, apa yang paling kau benci? Maka saya akan sangat yakin menjawab ”berpisah”. Namun itulah isi kehidupan, ada pertemuan maka ada pula perpisahan. Ada kehidupan, ada pula kematian. Kita yang hidup ini pun kelak akan berpisah dengan dunia yang tengah kita tinggali saat ini. Jasad dan ruh kita sendiri akan masing-masing berpisah pula nanti. Ketahuilah bahwa usia yang kita bawa sekarang pasti akan dipertanggungjawabkan. Terimalah setiap perpisahan atau keberpisahan yang terjadi dengan sabar, ikhlas, dan syukur yang baik. Maka, sebagaimana besar berpisah itu sangat tidak disukai, tentu banyak jalan untuk menyadarinya dengan tenang dan syukur yang mendalam. Dan hidup ternyata tidak berakhir hanya di dunia.